Mein Lieber, Prinz...
Gestern war heiß im dort draußen. Übrigens Ich wurde verbrannt. Heute Ich möchte dir danke dass du fraghst nicht mir "Warum?", und hier da sein.
Liebe dich mehr
10/26/2011
10/07/2011
Analogi Buah dan Pohon
Akhirnya kami, Putri dan Pangeran (itu nama asli saya dan si patner saya lho *pamer*), sampai di rumah setelah menunggu kereta di stasiun UI hingga 1.5 jam. Panas dan kehausan setelah ber-gowes ria di UI selama 2 jam (belum termasuk menunggu kereta).
Saya lalu membuatkan es teh untuk patner saya. Nggak lama si Papa muncul, "Nih ada mangga, dikupas aja". Ahaaa...segarnya minum es teh dan makan mangga. Lalu terjadilah percakapan saya dengan si patner, kira-kira begini:
Patner : Buahnya nggak sama nih matengnya. yang pangkal manis, ujungnya asem
.
.
Saya : (sambil lanjut mengupas mangga) Iya bagian pangkal biasanya lebih manis mungkin karena lebih dekat dengan sumber makanan, jadi duluan matengnya dari pada yang ujung. sama kayak manusia kalau lebih dekat dengan Sumber bakal lebih matang.
![]() |
Buah dan Pohon |
Buah adalah analogi dari manusia. Pohon sebagai sumber makanan untuk buah merupakan analogi dari Tuhan sebagai Sumber kehidupan seluruh jagat raya (dalam hal ini manusia).
Buah mangga yang belum matang seluruhnya, bagian pangkal terasa lebih manis dari pada ujung yang artinya bagian pangkal lebih dulu matang dari pada ujung.
Lalu pertanyaannya," Kok bisa bagian pangkal yang lebih matang dulu?" mari berasumsi dengan logika. Kalau ternyata asumsi logika saya salah dan nggak sesuai dengan kenyataan secara umum mohon dikoreksi.
Jika melihat gambar Buah dan Pohon diatas, kita bisa melihat bahwa bagian pangkal adalah bagian yang langsung berhubungan dengan batang pohon, yang berarti jika ada makanan mengalir dari pohon bagian pangkal lebih dulu dapat kemudian didistribusikan ke bagian ujung.
Maka yang lebih dulu dapat menjalankan proses pemasakan adalah bagian pangkal kemudian diikuti oleh bagian ujung sehingga bagian pangkal lebih dulu masak. Sama seperti manusia. Manusia yang lebih dekat dengan Sang sumber (baca: Allah) akan lebih matang jiwanya.
Lalu pertanyaannya," Kok bisa bagian pangkal yang lebih matang dulu?" mari berasumsi dengan logika. Kalau ternyata asumsi logika saya salah dan nggak sesuai dengan kenyataan secara umum mohon dikoreksi.
Jika melihat gambar Buah dan Pohon diatas, kita bisa melihat bahwa bagian pangkal adalah bagian yang langsung berhubungan dengan batang pohon, yang berarti jika ada makanan mengalir dari pohon bagian pangkal lebih dulu dapat kemudian didistribusikan ke bagian ujung.
Maka yang lebih dulu dapat menjalankan proses pemasakan adalah bagian pangkal kemudian diikuti oleh bagian ujung sehingga bagian pangkal lebih dulu masak. Sama seperti manusia. Manusia yang lebih dekat dengan Sang sumber (baca: Allah) akan lebih matang jiwanya.
Asumsi saya pada buah mangga juga berdasarkan hasil praktikum pengamatan pertumbuhan biji pada buah kakao yang pernah saya lakukan waktu kuliah dulu. Jadi, biji pada buah kakao dibagi menjadi tiga posisi (lihat gambar buah kakao)
![]() |
buah kakao |
Biji-biji dari ketiga posisi terebut di kecambahkan. Hasilnya biji-biji yang diambil pada posisi pangkal buah menunjukan pertumbuhan yang lebih baik dari pada bagian tengah dan ujung. Itu berarti bahwa biji pada pangkal buah masak lebih dulu dari pada biji pada posisi tengah dan ujung.
Pertanyaannya, "Kok bisa biji pada posisi pangkal lebih dulu masaknya?". Jawaban logisnya, karena biji pada bagian pangkal yang menerima makanan lebih dulu dari pada yang lain sehingga lebih dulu masaknya.
Kalau dalam ilmu perbenihan, benih sudah masak salah satunya ditandai oleh warna dan rasa buahnya. Biasanya buah yang manis tandanya benih sudah masak. Karena biji Kakao bagian pangkal lebih masak dari bagian lain, saya bisa berkesimpulan buah kakao bagian pangkal lebih dulu masak dari bagian lainnya.
Dari hasil praktikum itu saya bisa berasumsi mekanisme pemasakan terjadi pada buah Kakao terjadi juga pada buah Mangga bahwa pangkal buah mangga yang lebih manis daripada ujungnya karena yang pangkal lebih dulu melalui prose pemasakan.
Pertanyaannya, "Kok bisa biji pada posisi pangkal lebih dulu masaknya?". Jawaban logisnya, karena biji pada bagian pangkal yang menerima makanan lebih dulu dari pada yang lain sehingga lebih dulu masaknya.
Kalau dalam ilmu perbenihan, benih sudah masak salah satunya ditandai oleh warna dan rasa buahnya. Biasanya buah yang manis tandanya benih sudah masak. Karena biji Kakao bagian pangkal lebih masak dari bagian lain, saya bisa berkesimpulan buah kakao bagian pangkal lebih dulu masak dari bagian lainnya.
Dari hasil praktikum itu saya bisa berasumsi mekanisme pemasakan terjadi pada buah Kakao terjadi juga pada buah Mangga bahwa pangkal buah mangga yang lebih manis daripada ujungnya karena yang pangkal lebih dulu melalui prose pemasakan.
hadeeh..otak saya semerawut..jadi ngalor ngidul ngomongnya :D jadi intinya:
Bagian pangkal buah lebih manis dan lebih masak daripada bagian lainnya karena lebih dekat dengan sumber makanan yaitu pohonnya. Sama halnya dengan hubungan manusia dengan Tuhannya. manusia yang berhubungan lebih dekat dengan Sang Sumber kehidupan maka manusia itu akan memiliki kematangan jiwa lebih baik dari pada yang nggak berhubungan dekat.
Cheers!
9/15/2011
Tokyo 4#: Bagian Yang Turis Banget!
Ini bagian terakhir dari perjalanan saya di Tokyo. Gomen ne! sempat tertunda hingga 4 bulan karena saya berjibaku dengan aktivitas kampus dalam rangka menyelesaikan skripsi :D
Saya berkunjung ke beberapa tempat di Tokyo yang sering dikunjungi turis. Seandainya saya bisa lebih lama di Jepang dan punya lebih banyak uang, tempat-tempat ini bukan menjadi prioritas saya. Mungkin saya akan menjelajah, mencari jalan baru ke tempat-tempat eksotis yang belum dikenal di Jepang. Tapi Thank God!, ini menjadi catatan wisata ke luar negeri pertama saya yang semoga bisa menjadi motivasi untuk melakukan wisata yang lain yang lebih menantang ^_^
Tanggal 12 Juni, pukul 08.00 waktu Tokyo, sebelum menghadiri penutupan acara AMSTECS di Oo-kayama, saya menyempatkan diri mengunjungi distrik Shibuya. Tadinya saya berencana sendiri, tapi bu Betty ingin ikut. Katanya mumpung ada teman untuk jalan-jalan..hehehe…
Dari stasiun Meguro kami naik Yamanote Line untuk menuju Shibuya yang konon katanya adalah subway tersibuk di Tokyo. Sampai di Shibuya saya ingin sekali berfoto dengan patung Hachiko, si ikon stasiun Shibuya. Tapi karena terpepet waktu sedangkan kami harus mencari dulu lokasi si Hachiko di stasiun sebesar ini, kami memutuskan meneruskan perjalanan ke Harajuku.
Yup! Kami berjalan kaki dari St. Shibuya ke Harujuku yang kira-kira memakan waktu sekitar 30 menit dengan berjalan kaki santai. Keluar dari St. Shibuya kami sudah disuguhi atraksi fashion jalanan. Ada saja muda-mudi Tokyo yang berlalu lalang dengan berpakaian nyentrik tapi cukup pantaslah dipakai mereka. Tapi kayaknya kalau orang kita yang make jadi aneh dan terlalu heboh :p
Yup! Kami berjalan kaki dari St. Shibuya ke Harujuku yang kira-kira memakan waktu sekitar 30 menit dengan berjalan kaki santai. Keluar dari St. Shibuya kami sudah disuguhi atraksi fashion jalanan. Ada saja muda-mudi Tokyo yang berlalu lalang dengan berpakaian nyentrik tapi cukup pantaslah dipakai mereka. Tapi kayaknya kalau orang kita yang make jadi aneh dan terlalu heboh :p
Fashion show jalanan |
Sepanjang trotoar menuju Harujuku banyak kami jumpai Toko-toko dari toserba sampai elektronik. Karena masih pagi banyak toko-toko yang belum buka dan jalanan masih terlihat lengang sangat…senangnya…beda banget sama Jakarta deh:p Situasi sepanjang jalan dari St. Shibuya ke Harajuku mirip banget dengan salah satu pusat Factory Outlet di kota Bandung. Bedanya kalau sepanjang jalan antara Shibuya dan harajuku jalanan dan trotoarnya jauh lebih besar dan tertata rapih dari pada Bandung :D Setelah berjalan kurng lebih 15 menit, kami mampir ke Family Mart untuk membeli Onigiri, lumayan buat ganjel perut :D harga satu Onigiri dijual 150 yen atau sekitar 15.000 Rupiah. Muahal! Padahal Cuma sekepalan tangan -__-“.
Shibuya masih sepi |
Tuna wisma di salah satu titik trotoar St.Shibuya-Harajuku , di depan dekat taman Yoyogi |
Dan akhirnya kami sampai di Harajuku, salah satu tempat yang turis banget di distrik Shibuya, Tokyo. Pasti udah tau dong Harajuku terkenal sebagai tempat nongkrongnya muda-mudi Tokyo dengan gaya pakaian dari mulai yang keren sampai nyeleneh tak ada duanya yang kemudian trendnya kita sebut Harajuku Style. Kalau mau nonton fashion show jalanan di Harajuku kita bisa nongkrong saja di depan stasiun karena biasanya stasiun menjadi meeting point mereka atau datang ke pusat perbelanjaannya di jalan Takeshita.
Jadi jalan Takeshita adalah sebuah jalan yang lebih mirip dengan gang kecil sebenarnya yang letaknya tepat diseberang Stasiun Harajuku. Di sepanjang jalan ini berjejer toko-toko pakaian, tempat makan dan kafe tapi paling banyak sih toko pakaian. Bisa dibilang Blok M nya Tokyo:D Pakaian yang dijual beragam modelnya. Bagi Fashionista tempat ini sayang kalau dilewatkan. Harganya sih cukup menguras kantong meskipun udah diskon (untuk ukuran mahasiswa Indonesia).
Nggak jauh dari St. Harajuku atau JR Harajuku, ada objek wisata lain yang juga menarik yaitu kompleks kuil Shinto, Meiji Jinggumae. O iya, Di jembatan depan komplek kuil juga bisa kita jumpai muda-mudi Harjuku mengelompok sekedar hanya mengobrol atau ada juga yang melakukan atraksi kostum. Kembali ke Kuil, Jadi kuil ini dibangun tahun 1912 untuk memuja arwah kaisar Meiji dan permaisuri Shoken.
Area komplek kuil ini ditutupi oleh hutan evergreen yang katanya pohon-pohonnya adalah hasil sumbangan dari masyarakt Jepang waktu dibangun dulu. Untuk sampai di gerbang komplek kuil dari St.Harajuku (Omotesando exit) dibutuhkan waktu 5-7 menit berjalan kaki.
Dari gerbang menuju kuil dibutuhkan waktu 10-15 menit berjalan kaki dengan kondisi jalan agak menanjak dikit. Ya lumayan jauh sih tapi tenang bagi pengunjung yang datang pada musim panas seperti saya nggak perlu khawatir kepanasan di tengah jalan karena kanopi pohon-pohon besar melindungi pengunjung dari terik matahari. Untuk masuk ke dalam kompleks dan kuil pengunjung nggak dipungut biaya tapi kalau ingin masuk hutannya dikenakan biaya KALAU NGGAK SALAH (lupa-lupa ingat :p) sekitar 500 yen/orang.
St. Harajuku atau JR Harajuku |
Sepanjang jaln Takeshita |
Harajuku Style |
Harajuku Style |
Area komplek kuil ini ditutupi oleh hutan evergreen yang katanya pohon-pohonnya adalah hasil sumbangan dari masyarakt Jepang waktu dibangun dulu. Untuk sampai di gerbang komplek kuil dari St.Harajuku (Omotesando exit) dibutuhkan waktu 5-7 menit berjalan kaki.
Dari gerbang menuju kuil dibutuhkan waktu 10-15 menit berjalan kaki dengan kondisi jalan agak menanjak dikit. Ya lumayan jauh sih tapi tenang bagi pengunjung yang datang pada musim panas seperti saya nggak perlu khawatir kepanasan di tengah jalan karena kanopi pohon-pohon besar melindungi pengunjung dari terik matahari. Untuk masuk ke dalam kompleks dan kuil pengunjung nggak dipungut biaya tapi kalau ingin masuk hutannya dikenakan biaya KALAU NGGAK SALAH (lupa-lupa ingat :p) sekitar 500 yen/orang.
Sayang foto kuil besarnya nggak saya temukan di folder saya. Ohya, No Camera di area altar kuil. Waktu mau ambil gambar saya ditegur sama satpamnya euy :p
Gerbang Kompleks Kuil |
Dan pernikahan di kompleks kuil ini adalah momen paling menarik yang saya temui selama 4 hari di Jepang. Saya cukup beruntung bisa menyaksikan perhelatan ini. Jarang juga penduduk Tokyo apa lagi muda-mudinya yang masih ingin melaksanakn pernikahan dengan adat Shinto. Bukan atraksi, bukan sengaja ditunjukan dalam rangka menarik pengunjung. Happy marriage!
Pernikahan adat Shinto di kuil Meiji Jinggumei |
pengantinnya perempuan bergaun adat putih dan laki-laki berbaju adat hitam |
Di depan salah satu ruangan di kompleks kuil |
Cheers!
8/06/2011
8/04/2011
1/10/2011
2 months after Merapi eruption
picture taken at one of destructed villages in Merapi area. The
destructed areas became tourist attractions
destructed areas became tourist attractions
11/23/2010
Untitled
I have joined online lecture hosted by GMU and Hokkaido University and have received copy of the material, “Low-Carbon Society-Realistic approach” lately and I want to share some of this with you. It was very interesting lecture. Mr.Tony, the lecturer, had helped us to open our perceptions wider about realistic approach in slowing down carbon emission. He presented such a complete data for every fact and he delivered it in very fun way without diminishing the profound ideas.
Mr.Tony started his lecture explained the long term carbon cycle which came to the bottom line that the state is natural progress. The carbon concentration should be in normal scale. BUT raising carbon (and other green house gases) concentration today happened because exploitation over living resources by human. And as we know the worse part is The raising may trigger catastrophic CLIMATE CHANGE.
And let’s take a look at this picture below where we can figure that almost more than 59% we use ‘dirty’ energy resources.
So, our challenge is how to provide global energy services that produce low carbon (it said 15 billion tons of CO2 per year).
By the way, since this isn’t all about Mr.Tony lecture time (this isn’t his blog either), so I’m going to present the next idea in brief as possible as I can then we can step up to my own idea ^^
And here several models offered in order to reduce CO2 emission:
CCS (Carbon Capture Sequestration) is commonly use in Industrial application as it can covers large point of sources. Canada, Italy, Norway, USA, Polan, Netherland, Australia, China, and UK have been holding CCS project.
And the realistic approach Mr.Tony focused on were using renewable energy ( and low-carbon emission) resources like Solar, Wind, Geothermal, Biofuels, Hydro, Ocean wave and Nuclear; And Improving energy efficiency (energy conservation) using new technology like CFL (Compact Fluorecent Light) and Green Buldings absolutely agree with what Mr.Tony had elaborated above, all the shifting energy stuffs and conservation stuffs, they are theoretically prospective and capable to meet our energy needs and of course low carbon emission.
Yet, I think those prospective models need another “strenghten” little idea and put them together in implementation.
In my view, slowing down carbon emission is not merely making breakthrough scientifically but also about shifting “what we want” idea to “what we need” idea. The breakthrough and the idea should be running in synergist.
We shift “I want to watch TV until I fall as sleep” to “I don't watch TV while I sleep so It should be turned off”. We shift “I want to buy that shoes, I think the design is lovely, I don’t have it yet” to “I think I need to buy that shoes as the old had already broke”. We shift “I don’t feel snug without turning on the bulb even in daylight” into “I need to turn off the bulb in daylight because it's already bright”.
Yea! It’s about our attitude!. We, human, never recognize the limit of desire. "Need" is a mean to limit it. Consumptive habit is a manifest of our disrespectful attitude to our environment (human kind and our mother earth) also is a picture how disconnected we are from them.
So, let's switch on our connection start by doing little thing for major positive change ^^.
11/19/2010
National disaster # Merapi Eruption-hit area
Since its first eruption on October 25, Merapi have been claiming several hundreds of lives and crippled people's economy in hit areas. These are pictures one of hit areas, 20 days post big eruption on October 30, my mom took when she and several relatives visited Solo and Yogyakarta for charity mission. Unfotunately, I didn't go along :( Sometimes they still treat me like a baby girl -__-". They didn't let me come.
November 18, My auntie on her facebook status: 6 km from Merapi summit.
I was like "Oo God!. Shiiitt...what the hell are they thinking. 6 km??!! Danger zone is 15 Km from the summit!. How come they reach that far?". When they arrived safely at home (thank God!), they said 15 km area from the summit were blocked and guarded.
Apparently their irrational curiousity had driven them to seek for an alternative one. And....Tada! here the pictures...I became regretful one realizing that I wasn't there to take these startling sceneries myself :(
Well, The eruption has triggered mass evacuation near Merapi. Here is one of the hit-areas, Kepuharjo village, about 10 Km from the summit. It was inhabited about 902 families before the big eruption. Imagine that It was the house over here...house over there...and cattles over here...cattles over there... trees over here... trees over there, most of the house, the cattles, and the tress then hit by hot gases which the locals called "wedhus gembel". Many of them are gone and several became ruins and burned.The land remains covered by thick volcano ash. Every scenery is grey. Remind me of 90's cellphone, monochromatic screen. And... Ya, God almighty.
Oow... check this one out. My uncle took it. A stunning Wind-whirl took place ...
Below are Dad with the background of drought trees and Mom, our amateur photographer ^^ among ruins, about 10 km from the summit. I barely believe she got enough guts to do it. She even freaking out to death when my brother for the first time drove their car out of town. Yo! You're rock mom!
It's kali Boyong, One of the streams passed through by Lava avalanches and volcanic materials
As a result of the eruption, at least 259 people death and many others sustained burns and became displaced. The total number of refugees being sheltered in 639 refugee centers in Yogyakarta and Central Java reportedly reached 367,548 people.
May God bestow on us. Pray for better Indonesia
Refferences :
Mom & Dad
Private collection pictures
http://english.kompas.com/read/2010/11/19/08190489/Disastrous.Economic.Losses.Erupted.by.Merapi
http://merapi.combine.or.id/posko/635/
November 18, My auntie on her facebook status: 6 km from Merapi summit.
I was like "Oo God!. Shiiitt...what the hell are they thinking. 6 km??!! Danger zone is 15 Km from the summit!. How come they reach that far?". When they arrived safely at home (thank God!), they said 15 km area from the summit were blocked and guarded.
Well, The eruption has triggered mass evacuation near Merapi. Here is one of the hit-areas, Kepuharjo village, about 10 Km from the summit. It was inhabited about 902 families before the big eruption. Imagine that It was the house over here...house over there...and cattles over here...cattles over there... trees over here... trees over there, most of the house, the cattles, and the tress then hit by hot gases which the locals called "wedhus gembel". Many of them are gone and several became ruins and burned.The land remains covered by thick volcano ash. Every scenery is grey. Remind me of 90's cellphone, monochromatic screen. And... Ya, God almighty.
Below are Dad with the background of drought trees and Mom, our amateur photographer ^^ among ruins, about 10 km from the summit. I barely believe she got enough guts to do it. She even freaking out to death when my brother for the first time drove their car out of town. Yo! You're rock mom!
And Here The Refugee center they visited in Sariharjo village, about 24.64 Km from the summit. Most of refugees in this center came from Kaliadem village, which was one of the big dairy milk centra. For your information, most of them are wealth people. sadly, they lost their properties, including their precious dairy cows. Some of the cows were perished, some strived to live, and Ironically some were sold with very low prices. That before the government issued a policy to buy the cows. The common property remain are only their cars and motorcycles they drove to flee. Many of the refugees suffered from trauma to settle down back in Merapi area and also lost their homes.
May God bestow on us. Pray for better Indonesia
Refferences :
Mom & Dad
Private collection pictures
http://english.kompas.com/read/2010/11/19/08190489/Disastrous.Economic.Losses.Erupted.by.Merapi
http://merapi.combine.or.id/posko/635/
Subscribe to:
Posts (Atom)